Full Day School Diterapkan,Lembaga Pendidikan Agama Akan Gulung Tikar

Grobogan – Gelombang penolakan terhadap kebijakan Full Day School (FDS) yang digagas Mendikbud Muhadjir Effendy makin meluas. Tak hanya menolak gagasan 5 hari sekolah, sejumlah komponen bahkan mulai mendesak Presiden RI Joko Widodo mengevaluasi kinerja Muhadjir karena mengusung gagasan yang dinilai usang dan kontroversial.

Terbukti Sekretaris Daerah Kab.Grobogan Sumarsono pada saat rapat koordinasi dengan warga NU hari Jumat di Gedung Riptaloka Kabupaten Grobogan juga menolak jika Kabupaten Grobogan menerapkan kebijakan sekolah lima hari. NU Kabupaten Grobogan beserta seluruh badan otonom (banom) mulai dari LP Ma'arif NU, FKDT, Muslimat NU, Fatayat NU, GP Ansor, Banser, IPNU, IPPNU, serta PMII, menolak Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 terkait sekolah lima hari.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Grobogan Soemarsono mengatakan, Pemerintah Kabupaten Grobogan tidak menerapkan sekolah lima hari untuk pelajar tingkat sekolah dasar (SD) dan juga sekolah menengah pertama (SMP) bukan berarti pemerintah daerah menolak, tetapi karena dari pemerintah pusat sendiri memberikan pilihan kepada daerah-daerah yakni boleh tidak menerapkan kebijakan sekolah lima hari,”Ungkapnya.

“Dalam pidato Bapak Presiden (Joko Widodo), beliau menyampaikan bahwa daerah diberikan pilihan boleh menerapkan dan boleh tidak menerapkan. Dan kami dari Pemerintah Kabupaten Grobogan memilih tidak menerapkan sekolah lima hari,” kata Sumarsono.

Ia menyebutkan, tidak diterapkannya kebijakan sekolah lima hari juga karena adanya penolakan dari sejumlah elemen masyarakat, salah satunya dari kalangan Nahdhatul Ulama.

“Kemarin juga ada semacam pernyataan sikap dari PCNU beserta banom-banomnya yang menolak full day school. Di Kabupaten Grobogan ada lebih dari 400 madrasah diniyah, kalau diterapkan bisa gulung tikar semua itu. Oleh karena itu, Kabupaten Grobogan belum menerapkan kebijakan sekolah lima hari,” tandasnya.

Ketua PC NU Kabupaten Grobogan Abu Mansyur mengatakan, anak-anak sekolah khususnya usia SD dan SMP banyak yang mengikuti pendidikan agama di madrasah diniyah dan pondok pesantren. Kegiatan pendidikan yang dilakukan umumnya berlangsung antara pukul 14.00-sore. “Jika diterapkan full day school maka kesempatan anak-anak untuk mendapatkan pendidikan agama akan hilang dan ormas islam akan turun ke jalan untuk berdemo”Tegasnya.

Pernyataan sikap juga diungkapkan oleh Kepala Kantor Kemenag Grobogan terkait Full Day School. Penyelenggaraan 5 hari sekolah sangat berpotensi menghilangkan kesempatan anak-anak menempuh pendidikan agama di waktu sore dan malam hari, lebih-lebih anak diusia dini  antara usia 4 sampai 15 tahun. Model pendidikan itu sudah lama dirintis dan diselenggarakan masyarakat, jauh sebelum model pendidikan modern ada,”Ungkapnya.  

Sebab, lanjutnya, keberadaan Madrasah Diniyah dan keragaman pendidikan selama ini dinilai memperkuat budaya bangsa. Karenanya usulan ini perlu dipertimbangkan. Dan bila kebijakan lima hari sekolah atau “full day school” diterapkan. Semoga tidak mematikan sekolah pendidikan agama atau madrasah,”Pinta Hambali.

Pernyataan sikap itu di akhiri dengan tanda tangan bersama oleh Ketua NU, LP Ma'arif NU, FKDT, Muslimat NU, Fatayat NU, GP Ansor, Banser, IPNU, IPPNU, serta PMII dalam penolakan full day school serta yang bertanggung jawab Sekda Grobogan Sumarsono dan di saksikan Kepala Kemenag Grobogan.(bd)  

 

 

 

Bagikan :
Translate ยป
Skip to content