Tuntutan Peningkatan Kompetensi ASN dalam Diklat

Purwodadi – Dalam Focus Group Discussion (FGD) Balai Diklat Keagamaan Semarang dengan Aparatur Sipil Negara (ASN) jajaran Kantor Kementerian Agama Kabupaten Grobogan banyak hal yang dibahas mengenai masalah kediklatan. Bahwa pendidikan dan pelatihan seharusnya berbanding lurus dengan kinerja pegawai pada instansinya. Bahwa diklat berguna untuk menunjang dan mengembangkan potensi  ASN yang nantinya dapat diaplikasikan, dapat dimanfaatkan dalam meningkatkan kinerjanya.

Dalam FGD Pengumpulan Data Kebutuhan Diklat yang diselenggarakan di Kantor Kemenag Kab. Grobogan pada Kamis 21 Januari 2016, banyak usulan yang disampaikan oleh peserta yang berjumlah 25 orang yang merupakan guru, penyuluh, penghulu, perencana, arsiparis dan pegawai di jajaran Kankemenag Kab. Grobogan.

Beberapa usulan diantaranya adalah diperbanyaknya diklat untuk guru PAI dan guru madrasah, mengingat prosentasenya mereka yang mengenyam diklat dengan yang belum tidak sebanding. Dalam satu tahun dari jumlah guru sekitar 600 orang, hanya beberapa yang dipanggil untuk diklat. Dilklat calon penyuluh juga diusulkan untuk diselenggarakan. Selain itu, diklat peningkatan kinerja pegawai, diklat jabatan pegawai dalam jabatan fungsional umum, diklat penyusunan KTI, diklat PKG dan PKB, diklat penilaian angka kredit yang sudah terhenti sejak 2014 guru kesulitan naik pangkat dan dan diklat-diklat lainnya.

Kegiatan FGD tersebut dipandu oleh Ratna Priliyanti sebagai Widya Iswara  dan Irma Damayanti sebagai Tenaga Administrasi  Balai Diklat Keagamaan Semarang.

Dalam pengantarnya Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Grobogan, Muh Arifin berharap agar gerakan revolusi mental dan lima nilai budaya kerja Kementerian Agama yang terdiri dari integritas, profesionalitas, inovasi, tanggung jawab dan keteladanan telah tertanam pada diri ASN dan menjadi standar sikap dan perilaku setiap pegawai. Kepala kantor tersebut optimis bahwa jika hal tersebut diterapkan, Kementerian Agama akan maju dan berkembang pesat. Menurutnya, antara revolusi mental dengan lima budaya kerja Kemenag sebenarnya ada keterpaduan dan berada dalam satu roh, meskipun lahirnya lima budaya kerja lebih dahulu dibandingkan revolusi mental. Karenanya, ketika pegawai telah menerapkan lima budaya kerja Kemenag, maka sebenarnya ia telah menjalankan revolusi mental. Demikian juga sebaliknya.

Dalam kesempatan FGD juga disosialisasikan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan dan Pelatihan (SIMDIKLAT) oleh Ratna. Widyaiswara tersebut menjelaskan bahwa untuk era sekarang kehadiran Simdiklat sangat dibutuhkan oleh seluruh Balai Diklat yang ada di lingkungan Kemenag. Kemunculan Simdiklat menurutnya akan dapat meningkatkan kinerja lembaga dan dipandang lebih efektif dibandingkan proses manual.

Ratna menjelaskan bahwa kegiatan tersebut  menjabarkan pentingnya Simdiklat bagi Kementerian Agama. Menurutnya, penerapan Simdiklat akan memberikan kemanfaatan, tidak hanya bagi Balai Diklat sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, namun juga bagi unit kerja di Kementerian Agama yang bertindak sebagai stakeholder Balai Diklat. Bagi stakeholder, data yang akurat pada Simdiklat akan membantunya dalam pengambilan keputusan tentang pengembangan pegawai. Di samping itu, menurutnya, implementasi Simdiklat akan lebih membutuhkan kerja sama yang erat antara Balai Diklat dengan stakeholder yang mengirimkan peserta untuk mengikuti diklat.

Peserta diklat dimulai tahun 2016 ini sebelum berangkat harus melaporkan pada admin di Kankemenag untuk mendapatkan formulir pendaftaran. “Kalau tidak membawa pendaftaran yang didownlod dari sistem tersebut, peserta diminta pulang untuk melengkapinya,” jelasnya. (Bd/pr)

Bagikan :
Translate ยป
Skip to content